Senin, 01 Juni 2009

Tugas Pabrikan



Tipe tugas yang paling banyak tercetak dalam buku tugas dan lembar-lembar tugas saya adalah tugas ABC-an dan Isian. Heranya lagi, tugas-tugas itu pertanyaanya hampir sama semua. Untuk satu pelajaran, soal itu-itu saja yang keluar - soal generik seperti, untuk IPS, "Apa yang disebut Ketenagakerjaan?". Soal itu diulangi sebanyak 24 kali dalam satu bulan, dalam satu kumpulan soal rata-rata muncul 3-4 kali. Jawabanya pun selalu sama - saya kadang memberikan variasi disana dan disini, tapi nilainya selalu kurang (Maklum, guru IPS saya penganut Agama Kunci Jawaban, tapi aliran yang agak moderat). Kadang, untuk mempersingkat waktu, saya cantumkan halaman berapa dalam buku LKS yang memuat jawaban soal tersebut.

Inilah salah satu contoh penyalahgunaan tugas tipe dua, pengeluaran Tugas Pabrikan.

Tugas Pabrikan

Tugas Pabrikan adalah tugas generik. Tugas yang itu-itu saja - tak kreatif, generik, dari satu tugas dengan tugas yang lain dan dari satu pertanyaan dengan pertanyaan yang lain susah dibedakan. Tugas ini juga bisa disinonimkan dengan tugas dari buku-buku kumpulan soal yang berkualitas rendah.

Tak kreatif, dalam arti 'Tugas Fotokopian' - mencetak dari satu lebar buku ke lembar yang lain, dalam buku sama. Jawabanya pun sama, tentunya - hanya rehash dari jawaban-jawaban yang sudah tercantum di buku. Seorang yang melakukan tugas-tugas mendapat impresi bahwa soal-soal dibuat seperti kode agar gampang dikoreksi komputer - "Apa pengertian Sosiologi?";;"Ilmu yang mempelajari interaksi antar manusia"=;"Ilmu yang mempelajari interaksi antar manusia"=. Tidak pernah mengeluarkan soal-soal yang benar-benar 'memaksa' murid untuk berpikir keras dan berkreasi, atau berdiskusi dengan sesama murid.

Tugas Pabrikan juga cenderung tidak menghargai kreatifitas. Bisa saja, seorang murid memilih untuk berkreasi dan memberi variasi pada jawabanya, atau bahkan mengargumenkan secara pandang lebar ide-idenya, dengan disertai mengapa ia mendukung ide itu, tapi nilainya sama dengan murid lain yang hanya menjiplak jawaban atau bahkan yang hanya mencantumkan nomor halaman LKS. Ingat Guru, sebagian besar murid hanya menambah sesuatu bila tambahan tersebut disertai tambahan nilai, atau keuntungan lainya.

Repetitif, dalam arti tidak ada variasinya dari soal dengan soal lainnya. Pertanyaanya sama. Bentuk soalnya pun generik, kalimatnya hanya perlu digganti satu kata untuk setiap soal berbeda - "Sebutkan x" atau "Apa definisi x".

Ini tidak dipermasalahkan bila pertanyaan repetitif (dalam bentuk repetitif) dikeluarkan beberapa kali oleh guru, tapi bila pertanyaan repetitif muncul beberapa kali dalam satu paket soal, ini sudah keterlaluan. Jawabanya selalu sama - bahkan untuk isian - yang notabene jawabanya bebas, asal secara general ada kaitan dengan jawaban yang benar - jawabanya sama dengan ABC-an, bahkan untuk pertanyaan-pertanyaan yang mempunyai beberapa alternatif jawaban - Hampir setiap subyek IPS dan IPA (yang selalu berkembang) terutama Sosiologi, Sejarah (yang beda interpretasinya bagi setiap kelompok, dan buku) dan Politik.

Satu lagi kecenderungan adalah bahwa Tugas Pabrikan sering diberikan dalam jumlah yang buanyak. Ini sepertinya sudah konsekuensi tak terhindarkan.

Salah satu dari sedikit keuntungan Tugas Pabrikan adalah bahwa tugas macam ini bisa dibuat sangat banyak pada kurun waktu yang relatif singkat, dengan menyelipkan banyak pertanyaan repetitif dan pertanyaan generik. Apalagi, waktu penggarapan oleh murid relatif singkat dan nilainya biasanya bagus (bukan karena penguasaan materi, tapi karena menghafalkan soal), sehingga bisa memberi kesan kepada guru dan orang tua bahwa muridnya pintar. Inilah alasan mengapa Tugas Pabrikan sering digunakan untuk padding.

Konsekuensi



Saya rasa analogi 'Pabrikan' tepat. Tugas bagaikan produk akhir suatu pabrik murahan tapi pabrik dimana jam pekerjanya diregulasi secara ketat. Tugas macam ini mudah dan cepat produksinya, tapi kualitasnya rendah dan hampir identik satu dengan yang lain. Orang yang 'mengkonsumsi' tugas tersebut tidak mendapat tambahan ilmu - justru bosan.

Banyak konsekuensi bila suatu pihak, misalnya produsen buku, atau guru terus menerus mengeluarkan tugas semacam ini :

  • Kebosanan
Kebosanan adalah salah satu masalah utama yang dihadapi oleh murid dalam mencari ilmu. Rata-rata volum kebosanan dalam suatu kelas Indonesia melebihi volum yang dianjurkan untuk pelajaran efektif - makanya, murid sulit menerima pelajaran dan cenderung melakukan hal untuk menghindari kebosanan. Apalagi bila ditambah Tugas Pabrikan yang banyaak. Murid kemungkinan besar overdosis kebosanan. Ini bisa menyebabkan penyakit kronis bernama "Boring Classroom Syndrome" yang menyebabkan otak mematikan dirinya sendiri (untuk mencegah Cerebral Hemorrhage) dan menolak menerima pelajaran.
  • Stereotyping
Penelitian menunjukkan bahwa murid yang menerima banyak Tugas Pabrikan akan menganggap bahwa SEMUA kegiatan mencari ilmu ujung-ujungnya itu menggarap tugas berton-ton. Intinya, memberi kesan bahwa menuntut ilmu itu membosankan. Parahnya lagi, si murid akan memberitahu ke teman-temanya, dan mereka akan menganggap menuntut ilmu itu membosankan. Satu bagian murid akan malas sekolah.

Terus menerus... sampai suatu saat nanti, bila sistem pendidikan macam ini tidak diganti, sekolah harus membayar murid untuk menuntut ilmu. Indonesia akan kehabisan ilmuwan.
  • Misidentifikasi
Tugas Pabrikan itu sulit dibedakan dengan Tugas Padding. Bila terlalu banyak Tugas Pabrikan, murid akan lama-kelamaan malas menyelesaikan tugas apapun. Apalagi, karena banyaknya Tugas Pabrikan, guru sulit meluangkan waktu untuk mengoreksi tugas, dan ini memperkuat anggapan tersebut.
  • Menyalahi Fungsi Tugas
Tugas pada intinya dikeluarkan karena guru ingin muridnya belajar untuk lebih lama dan lebih mendalam. Tugas Pabrikan penggarapanya cepat. Murid hanya perlu membaca sedikit - intinya menyalin. Dangkal sekali. Apalagi, karena soal repetitif (dan saya punya satu guru yang justru menganjurkan ini), murid hanya perlu menghafal soal dan jawaban default! Ini jelas-jelas berlawanan dengan tujuan belajar mengajar. Murid tidak ditambah ilmunya, tapi ditambah hafalan rentetan katanya.

Lagi-lagi, ini berpartisipasi dalam memperkuat stereotip murid bahwa menuntut ilmu pada intinya hanya menghafal soal dan jawaban.
  • Membunuh Kreatifitas dan Rasa Ingin Tahu
Salah satu problema paling besar yang dihadapi semua pengajar dan institusi pengajaran di dunia adalah bagaimana menstimulasi rasa ingin tahu (Sense of Wonder) dan Kreatifitas dalam setiap murid.

Sepertinya Indonesia terbalik dalam hal ini. Tugas Pabrikan jelas membunuh dan tidak menghargai kreatifitas. Tugas Pabrikan (dan hampir seluruh faset institusi pengajaran formal di Indonesia) membunuh secara sistematis rasa ingin tahu. Orang mendapat kesan bahwa Institusi Pengajaran Formal di Indonesia tujuanya menghasilkan lulusan yang hanya bisa menghafal fakta, tapi tidak dapat menerapkan fakta tersebut dan tidak bisa mengembangkan fakta tersebut.

2 penyalahgunaan tugas diatas adalah salah satu cacat utama dalam tubuh pendidikan Indonesia. Dalam entri berikutnya, saya akan coba memberikan solusi...

3 komentar:

aditida mengatakan...

uhauahuaha itu yg "dan saya punya satu guru yang justru menganjurkan ini" siapa, pak oky ato bu IPS?

Slamet mengatakan...

@ adit tapir
Waah, jangan nyebutin nama dong...

Anonim mengatakan...

kasihan banget dirimu...kenapa ndak pindah ke sklh yg lbh baik sj...berani?...