
Tipe tugas yang paling banyak tercetak dalam buku tugas dan lembar-lembar tugas saya adalah tugas ABC-an dan Isian. Heranya lagi, tugas-tugas itu pertanyaanya hampir sama semua. Untuk satu pelajaran, soal itu-itu saja yang keluar - soal generik seperti, untuk IPS, "Apa yang disebut Ketenagakerjaan?". Soal itu diulangi sebanyak 24 kali dalam satu bulan, dalam satu kumpulan soal rata-rata muncul 3-4 kali. Jawabanya pun selalu sama - saya kadang memberikan variasi disana dan disini, tapi nilainya selalu kurang (Maklum, guru IPS saya penganut Agama Kunci Jawaban, tapi aliran yang agak moderat). Kadang, untuk mempersingkat waktu, saya cantumkan halaman berapa dalam buku LKS yang memuat jawaban soal tersebut.
Inilah salah satu contoh penyalahgunaan tugas tipe dua, pengeluaran Tugas Pabrikan.
Tugas Pabrikan
Tugas Pabrikan adalah tugas generik. Tugas yang itu-itu saja - tak kreatif, generik, dari satu tugas dengan tugas yang lain dan dari satu pertanyaan dengan pertanyaan yang lain susah dibedakan. Tugas ini juga bisa disinonimkan dengan tugas dari buku-buku kumpulan soal yang berkualitas rendah.
Tak kreatif, dalam arti 'Tugas Fotokopian' - mencetak dari satu lebar buku ke lembar yang lain, dalam buku sama. Jawabanya pun sama, tentunya - hanya rehash dari jawaban-jawaban yang sudah tercantum di buku. Seorang yang melakukan tugas-tugas mendapat impresi bahwa soal-soal dibuat seperti kode agar gampang dikoreksi komputer -
Tugas Pabrikan juga cenderung tidak menghargai kreatifitas. Bisa saja, seorang murid memilih untuk berkreasi dan memberi variasi pada jawabanya, atau bahkan mengargumenkan secara pandang lebar ide-idenya, dengan disertai mengapa ia mendukung ide itu, tapi nilainya sama dengan murid lain yang hanya menjiplak jawaban atau bahkan yang hanya mencantumkan nomor halaman LKS. Ingat Guru, sebagian besar murid hanya menambah sesuatu bila tambahan tersebut disertai tambahan nilai, atau keuntungan lainya.
Repetitif, dalam arti tidak ada variasinya dari soal dengan soal lainnya. Pertanyaanya sama. Bentuk soalnya pun generik, kalimatnya hanya perlu digganti satu kata untuk setiap soal berbeda - "Sebutkan x" atau "Apa definisi x".
Ini tidak dipermasalahkan bila pertanyaan repetitif (dalam bentuk repetitif) dikeluarkan beberapa kali oleh guru, tapi bila pertanyaan repetitif muncul beberapa kali dalam satu paket soal, ini sudah keterlaluan. Jawabanya selalu sama - bahkan untuk isian - yang notabene jawabanya bebas, asal secara general ada kaitan dengan jawaban yang benar - jawabanya sama dengan ABC-an, bahkan untuk pertanyaan-pertanyaan yang mempunyai beberapa alternatif jawaban - Hampir setiap subyek IPS dan IPA (yang selalu berkembang) terutama Sosiologi, Sejarah (yang beda interpretasinya bagi setiap kelompok, dan buku) dan Politik.
Satu lagi kecenderungan adalah bahwa Tugas Pabrikan sering diberikan dalam jumlah yang buanyak. Ini sepertinya sudah konsekuensi tak terhindarkan.
Salah satu dari sedikit keuntungan Tugas Pabrikan adalah bahwa tugas macam ini bisa dibuat sangat banyak pada kurun waktu yang relatif singkat, dengan menyelipkan banyak pertanyaan repetitif dan pertanyaan generik. Apalagi, waktu penggarapan oleh murid relatif singkat dan nilainya biasanya bagus (bukan karena penguasaan materi, tapi karena menghafalkan soal), sehingga bisa memberi kesan kepada guru dan orang tua bahwa muridnya pintar. Inilah alasan mengapa Tugas Pabrikan sering digunakan untuk padding.
Konsekuensi

Saya rasa analogi 'Pabrikan' tepat. Tugas bagaikan produk akhir suatu pabrik murahan tapi pabrik dimana jam pekerjanya diregulasi secara ketat. Tugas macam ini mudah dan cepat produksinya, tapi kualitasnya rendah dan hampir identik satu dengan yang lain. Orang yang 'mengkonsumsi' tugas tersebut tidak mendapat tambahan ilmu - justru bosan.
Banyak konsekuensi bila suatu pihak, misalnya produsen buku, atau guru terus menerus mengeluarkan tugas semacam ini :
- Kebosanan
- Stereotyping
Terus menerus... sampai suatu saat nanti, bila sistem pendidikan macam ini tidak diganti, sekolah harus membayar murid untuk menuntut ilmu. Indonesia akan kehabisan ilmuwan.
- Misidentifikasi
- Menyalahi Fungsi Tugas
Lagi-lagi, ini berpartisipasi dalam memperkuat stereotip murid bahwa menuntut ilmu pada intinya hanya menghafal soal dan jawaban.
- Membunuh Kreatifitas dan Rasa Ingin Tahu
Sepertinya Indonesia terbalik dalam hal ini. Tugas Pabrikan jelas membunuh dan tidak menghargai kreatifitas. Tugas Pabrikan (dan hampir seluruh faset institusi pengajaran formal di Indonesia) membunuh secara sistematis rasa ingin tahu. Orang mendapat kesan bahwa Institusi Pengajaran Formal di Indonesia tujuanya menghasilkan lulusan yang hanya bisa menghafal fakta, tapi tidak dapat menerapkan fakta tersebut dan tidak bisa mengembangkan fakta tersebut.
2 penyalahgunaan tugas diatas adalah salah satu cacat utama dalam tubuh pendidikan Indonesia. Dalam entri berikutnya, saya akan coba memberikan solusi...
3 komentar:
uhauahuaha itu yg "dan saya punya satu guru yang justru menganjurkan ini" siapa, pak oky ato bu IPS?
@ adit tapir
Waah, jangan nyebutin nama dong...
kasihan banget dirimu...kenapa ndak pindah ke sklh yg lbh baik sj...berani?...
Posting Komentar